Pemerintah Bangun Pusat Logistik Miras dan Bursa Timah
Pemerintah Bangun Pusat Logistik Miras dan Bursa Timah
April 2, 2018
Share

Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan mengatakan segera membentuk Pusat Logistik Berikat (PLB) untuk barang jadi yang selama ini selalu transit di Singapura. Untuk tahap awal, PLB akan dibangun khusus untuk minuman keras.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan selama ini distributor minuman keras asing selalu menimbun barangnya di Singapura dalam partai besar, karena biaya penyimpanannya dianggap lebih murah.

Setelah itu, distributor asal Indonesia mengambil minuman keras ke Singapura dalam partai kecil untuk diedarkan secara domestik.

Menurutnya, hal itu membuat biaya logistik minuman keras jadi lebih besar. Maka itu, ia berharap distributor utama minuman keras luar negeri mau menimbun barangnya di Indonesia setelah PLB ini diberlakukan.

Sebab, ketika PLB diberlakukan, maka barang impor diberikan penangguhan bea masuk, tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), dan bebas cukai sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015.

"Sementara itu, PLB ini kan pengawasannya bersifat sentralisasi, sehingga kami bisa awasi. Memang untuk kategori barang jadi, kami ingin berlakukan untuk minuman keras dulu untuk memindahkan hub-nya dari Singapura," jelas Heru di Kementerian Keuangan, Senin (2/4).

Asosiasi Pengusaha importir dan Distributor Minuman Beralkohol Indonesia (APIDMI) disebutnya siap untuk menjadi badan pengelola PLB tersebut.

"Dan ini baru minuman keras saja, tak menutup kemungkinan bisa ke barang jadi lain. Tapi tentu itu butuh rekomendasi dari kementerian teknis terkait," ucap dia.

Pusat Logistik Komoditas Bursa

Tak hanya minuman keras, Kemenkeu juga berencana membuat PLB untuk komoditas bursa berjangka seperti timah, kopi, hingga karet. Khusus timah, pemerintah juga berencana merebut kursi bursa komoditasnya di Singapura dan memindahkan ke Indonesia.

Menurut Heru, pemerintah 'kesal' karena timah asal Indonesia yang diekspor ke Singapura ujung-ujungnya bakal diimpor lagi oleh Indonesia. Ini lantaran pelaku usaha (trader) enggan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlipat, sehingga lebih senang untuk memperdagangkan timah di Singapura.

Ia mencontohkan, jika perdagangan timah dilakukan di dalam negeri lima kali, maka timah tersebut juga dikenakan PPN lima kali. Hal yang sama tidak dilakukan di perdagangan bursa timah Singapura.

"Makanya dengan prinsip yang baru, begitu barang lokal masuk ke PLB maka ini dianggap barang ekspor, sehingga transaksi berapa pun bursa komoditas di dalamnya, timah tidak menjadi subjek bagi PPN dalam negeri. Sehingga, kami harap ini bisa menarik minat bursa komoditas," tutur Heru.

Rencananya, PLB bursa timah ini akan dibangun di Provinsi Bangka Belitung, di mana pertambangan timah Indonesia terkonsentrasi di situ. Dengan memindahkan bursanya ke dalam negeri, ia yakin Indonesia bisa mendapatkan efisiensi logistik timah Rp230,6 miliar per tahunnya.

"Sejauh ini untuk komoditas kami baru tetapkan untuk timah, kopi, dan karet," jelas dia.

PLB untuk barang jadi dan bursa komoditas merupakan bagian dari perluasan manfaat PLB. Jika sebelumnya PLB hanya ditujukan bagi barang modal dan bahan baku industri, maka nantinya PLB bisa dimanfaatkan oleh Industri Kecil dan Menengah (IKM), e-commerce, barang jadi, bahan pokok, gudang pendinginan (cold storage), kargo udara, bursa komoditas, hingga industri besar.